LSU Pariwisata | Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata | Sertifikasi Usaha Pariwisata-Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu melaunching Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata di Balairung Susilo Sudarman, Gedung Sapta Pesona, Jl Medan Merdeka Barat Jakarta, Rabu (10/9). Dalam sambutannya Mari mengungkapkan bahwa jumlah Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata yang saat ini diresmikan berjumlah 17 yang tersebar di Jawa dan Bali. Kondisi saat ini telah ditetapkan 28 standar dari 56 standar usaha yang rencananya akan ditetapkan sampai dengan akhir tahun mendatang. Dikatakan Mari, standar usaha ini hadir untuk menciptakan dan meningkatkan daya saing Indonesia diantara negara-negara di dunia dan amanah Undang-undang Kepariwisataan No 10 tahun 2009. “Kondisi saat ini yang mengkhawatirkan adalah Vietnam dan Philipina yang mulai bersaing dengan kita sebagai destinasi wisata, meskipun sampai saat ini Indonesia sangat menarik di value of money”, lanjut Mari. Dikatakan Mari, kebijakan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif saat ini mendorong usaha untuk berkembang dengan pesat yang harapannya nanti akan mendorong saya saing Indonesia. Salah satu bentuk kebijakan tersebut antara lain dengan memudahkan perizinan dan TDUP dengan tetap memperkuat standar usaha dan peranan daerah. Hal ini dibutuhkan untuk menarik investasi pariwisata tegas Mari. Dalam sambutannya juga Mari menyampaikan bahwa LSU Pariwisata hadir sebagai bagian dari standar usaha untuk menciptakan daya saing industri dan auditor menjadi penting, karena tidak hanya dibutuhkan auditor yang mampu diterima di Indonesia saja namun di beberapa negara ASEAN sebagai bagian penting dari konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kementrian Parekraf melalui Komisi otorisasi sebagai bagian building block dalam penerapan standarisasi usaha diharapkan menjadi bagian penting dalam pengawasan dan monitoring usaha. Dalam sambutannya disampaikan juga jumlah auditor se Indonesia saat ini berjumlah 241 orang.
Direktur Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata Bhakti Mandiri Wisata Indonesia (BMWI), Hairullah Gazali, SE, MBA. disela-sela Launching LSU Pariwisata yang diikutinya menuturkan bahwa kondisi hotel dan usaha pariwisata lainnya yang penuh dengan kompetisi saat ini, menuntut pengusaha dan manajemen usaha paham benar mengenai standar usaha. Menjadi penting mengingat karena orientasi standar usaha saat ini tidak hanya kepada manajemen usaha semata, namun kepada pemilik dan karyawan. Bahkan sebuah langkah maju bagi pemerintah ketika melihat usaha sebagai bagian dari 3 Aspek, Produk, Layanan dan Manajemen. Ditegaskan oleh Hairullah, masuknya kewajiban bagi usaha untuk memiliki karyawan yang bersertifikat kompetensi menjadi persyaratan mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar dengan minimal 50% karyawan sesaui kategorinya. Selain itu ditambahkan oleh Hairullah, pengusaha juga memiliki kewajiban untuk memperhatikan pengembangan SDM karyawan, sehingga pelatihan, SOP, Struktur organisasi pun dimasukkan menjadi salah satu sub unsur penting dan akan mempengaruhi penilaian. “Harapannya standar usaha ini nanti menciptakan iklim investasi dan iklim usaha yang kompetitif, sehat dan berdaya saing. Apalagi saat ini menjamurnya investasi perhotelan di DIY dan di Indonesia secara umum, merupakan tantangan tersendiri bagi regulator dalam hal ini pemerintah agar tetap memperhatikan kepentingan konsumen dan masyarakat ”, jelas Hairullah yang juga direktur eksekutif Jogja Tourism Training Center.
Pada kesempatan yang berbeda dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) DIY di Hotel Jogjakarta Plaza Hotel (9/9) Ike Janita, SE, MBA, Ph.d konsultan BKPM dan Dosen Universitas Sanata Dharma dalam diskusi Dampak pertumbuhan Investasi Hotel di Kota Yogyakarta memaparkan Hotel di DIY di proyeksikan akan berdarah-darah sampai dengan 2019 mendatang apabila pemerintah tidak melakukan langkah-langkah strategis untuk melakukan intervensi, baik melalui regulasi atau menarik investor lainnya yang menjadi pemicu kunjungan wisatawan. Namun menurut Ike setelah 2019 hotel akan mencapai titik keseimbangan antara supply dan demand, “setelah tahun 2019 sampai dengan tahun 2025 mendatang justru akan berbalik menjadi lebih baik”, tandasnya. Menurut Ike pemerintah justru harus kuat untuk menarik investor-investor pariwisata lainnya seperti kawasan wisata dan usaha-usaha lainnya untuk menaikkan tingkat kunjungan wisatawan dan spending wisatawan. Ike juga menyinggung kondisi usaha perhotelan yang kurang memperhatikan kenyamanan tamu dan masyarakat sekitar sebagai akibat minimnya lahan parkir. Menurutnya keberadaan standar usaha dan regulasi-regulasi lainnya menjadi sangat urgent untuk segera di aplikasikan di lapangan dan menurutnya Pemerintah dan lembaga sertifikasi usaha pariwisata harus saling mendukung.