lsupariwisata.com

Moratorium Hotel Dinilai Buruk bagi Pariwisata Solo

hotelLSU Pariwisata | Sertifikasi Usaha Pariwisata -Pembahasan perkembangan hotel diusulkan tidak dijadikan satu dengan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Rippda) Solo. Pemisahan itu dinilai perlu karena perkembangan hotel memerlukan perlakuan khusus untuk membantu perkembangan pariwisata. Moratorium pembangunan hotel dikhawatirkan berdampak negatif bagi pengembangan pariwisata Solo. Anggota Badan Promosi Pariwisata Indonesia Solo (BPPIS), Bambang Ary Wibowo, menuturkan hotel di Solo berkembang pesat sehingga menyebabkan over supply. Meski begitu, dia mengaku kurang setuju apabila ada pembatasan pembangunan hotel atau moratorium. Dia menilai, moratorium pembangunan hotel memberi efek negatif bagi perkembangan pariwisata Solo.

“Sebaiknya tidak ada pembatasan pembangunan hotel tapi diatur saja, seperti maksimal jumlah kamar dan zonasi,” ungkapnya saat ditemui wartawan saat acara morning tea di Aston Hotel, Solo, Sabtu (16/8/2014).

Dia menuturkan di Jogja selama 2014-2017 tidak ada izin pembangunan hotel. Padahal pada 2013 tercatat sekitar 106 pengajuan izin pembangunan hotel. Oleh karena itu, apabila izin pembangunan kembali di buka akan ada lonjakan permintaan yang tinggi. Selain itu, moratorium juga tidak menjamin okupansi tinggi, seperti pada Lebaran lalu di Jogja yang okupansinya menurun.

Bambang menyampaikan langkah seperti pembatasan jumlah kamar bisa menjadi lebih efektif untuk membendung laju pertumbuhan hotel. Hal ini karena pengusaha akan berpikir ulang untuk membangun hotel apabila tidak bisa cepat memberi keuntungan lantaran terbatasnya kamar.

Di sisi lain, saat ini Pemkot Solo sedang mempersiapkan naskah akademis Rippda. Bambang menuturkan saat ini naskah akademik (NA) belum jadi karena baru 30%. Oleh karena itu, pada 27 Agustus, tim penyusun Rippda berencana mengadakan focus group discussion (FGD) bersama pelaku wisata lainnya untuk penyempurnaan NA.

“FGD akan dilakukan dua kali untuk untuk lebih mematangkan konsep pariwisata yang ingin diangkat, apakah wisata MICE [meeting, incentive, convention and exhibition], wisata belanja atau wisata budaya. Rippda ini hanya akan membahas konsep pariwisata, tidak event-nya,” tuturnya.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, Abdullah Suwarno, selaku anggota tim penyusun Rippda, menuturkan dengan mengumpulkan komunitas lintas sektor mampu mengembangkan pariwisata Solo menjadi lebih baik.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *